“Keeksistensian Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya (UIN-SA), Apakah Masih Layak?”
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)
akhir-akhir ini mengalami penurunan citra. Baik dari segi internal maupun
eksternal sendiri juga belum secara maksimal memperbaiki citra dari PMII yang
konon katanya anarkis dan kurang berintelektual serta para anggotanya dikategorikan
sebagai aktivis gadungan tak berkompeten. Sungguh miris memandang asumsi orang
yang keliru dalam menilai PMII. PMII bukan hanya sebagai wadah untuk
berorganisasi melainkan wadah dalam pengembangan mental, jiwa, raga serta
pikiran. Kedepannya sendiri kader PMII nantinya harus mampu bersaing untuk menjadi
seorang akademisi dan praktisi yang profesional.
Menjawab tantangan zaman. Berdirinya
organisasi PMII bermula dengan adanya hasrat kuat para mahasiswa NU untuk
mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlussunnah wal Jamaah.
Dibawah ini adalah beberapa hal yang dapat dikatakan sebagai penyebab
berdirinya PMII:
a.
Carut marutnya
situasi politik bangsa Indonesia dalam kurun waktu 1950-1959
b.
Tidak menentunya
sistem pemerintahan dan perundang-undangan yang ada
c.
Pisahnya NU dari
Masyumi
d.
Tidak enjoynya
lagi mahasiswa NU yang tergabung di HMI karena tidak terakomodir dan
terpinggirkannya mahasiswa NU
e.
Kedekatan HMI
dengan salah satu parpol yang ada (Masyumi) yang nota bene HMI adalah
underbouw-nya.
Hal-hal tersebut diatas menimbulkan
kegelisahan dan keinginan yang kuat dikalangan intelektual-intelektual muda NU
untuk mendirikan organisasi sendiri sebagai wahana penyaluran aspirasi dan
pengembangan potensi mahasiswa-mahasiswa yang berkultur NU. Disamping itu juga
ada hasrat yang kuat dari kalangan mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi
mahasiswa yang berideologi Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Proses Berdiri
Proses kelahiran PMII terkait dengan
perjalanan Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), yang lahir pada 24 Februari
1954, dan bertujuan untuk mewadahi dan mendidik kader-kader NU demi meneruskan
perjuangan NU namun dengan pertimbangan aspek psikologis dan intelektualis.
Para mahasiswa NU menginginkan sebuah wadah tersendiri. Sehingga berdirilah
ikatan mahasiswa Nahdlatul Ulama (IMANU)
pada desember 1955 di Jakarta, yang diprakarsai oleh beberapa pimpinan pusat
IPNU, diantaranya Tolchah Mansur, Ismail Maky, dll.
Namun akhirnya IMANU tidak berumur
panjang, karena PBNU tidak mengakui keberadaannya. Hal itu cukup beralasan
mengingat pada saat itu baru saja dibentuk IPNU pada tanggal 24 Februari 1954,
apa jadinya kalau bayi yang baru lahir belum mampu merangkak dengan baik sudah
menyusul bayi baru yang minta diurus dan dirawat dengan baik lagi.
Dibubarkannya IMANU tidak membuat
semangat mahasiswa NU menjadi luntur, akan tetapi semakin mengobarkan semangat
dalam perjuangannya, tanggal 27-31 Desember 1958 , diambilah langkah kompromi
oleh PBNU dengan mendirikan Departemen Perguruan Tinggi IPNU untuk menampung
aspirasi Mahasiswa NU namun setelah disadari bahwa departemen tersebut tdak
evektif, serta tidak cukup kuat menampung aspirasi Mahasiswa NU (Sepak terjang
kebijakan masih harus terkait dengan structural PP IPNU), akhirnya pada
konverensi besar IPNU 14-17 Maret 1960 di Kaliurang Jogjakarta, melahirkan
keputusan “perlunya didirikan suatu organisasi mahasiswa secara khusus bagi
mahasiswa Nahdliyin”. Dibentuk panitia yang terdiri dari 13 orang dengan waktu
1 bulan dan tempatnya di Surabaya gedung Madrasah Mualimin Wonokromo Surabaya
(YPP Khadijah sekarang / secretariat PC PMII Surabaya sekarang) pada tanggal
14-16 April 1960. Ke-13 orang tersebut adalah:
- Cholid Mawardi (Jakarta) 8. Hilman (Bandung)
- Said Budairi (Jakarta) 9. Laily Mansur (
Surakarta)
- M. Sobich Ubaid (Jakarta) 10. Munsif Nahrawi (
Yogyakarta)
- M. Makmun Syukri BA
(Bandung) 11. Nuril Huda Suaidy
( Surakarta)
- Abd wahab jailani
(Semarang) 12.
M. Cholid Narbuko ( Malang)
- H. ismail makky
(Yogyakarta) 13. Ahmad
Husain (Makassar)
- Hisbullah Huda (Surabaya)
Sebelum melakukan musyawarah mahasiswa Nahdliyin 3
dari 13 orang tersebut (yaitu Hisbullah Huda, Said Budairy dan M. Makmun Syukri
BA) tanggal 19 Maret 1960 berangkat ke Jakarta untuk menghadap ketua tadfidziah
PBNU, KH. Dr. Idham Khalid untuk meminta nasehat sebagai pedoman pokok. Pada
pertemuan dengan PBNU pada tanggal 24 Maret 1960 ketua PBNU menekankan hendaknya
organisasi yang akan di bentuk itu benar-benar dapat diandalkan sebagai kader
partai NU dan menjadi mahasiswa yang berprinsip ilmu untuk diamalkan bagi
kepentingan rakyat, bukan ilmu untuk ilmu.
Adapun musyawarah di kaliurang tersebut akhirnya menghasilkan
keputusan:
1.
Berdirinya
organisasi Nahdliyin dan organisasi tersebut diberi nama Pergerakan Mahasiswa
Islam Indonesia (PMII)
2.
Penyusunan
peraturan dasar PMII yang dalam mukadimahnya jelas dinyatakan bahwa PMII
merupakan kelanjutan dari departemen perguruan tinggi IPNU-IPPNU.
3.
Persidangan dalam
musyawarah Mahasiswa Nahdliyin itu dimulai tanggal 14-16 April 1960, sedangkan
peraturan dasar PMII dinyatakan berlaku mulai 21 syawal 1379 H atau bertepatan
pada tanggal 17 April 1960 sehingga PMII dinyatakan berdiri pada tanggal 17
April 1960.
4.
Memutuskan
membentuk tiga orang formatur yaitu Haji Mahbub Junaidi sebagai ketua umum, A
Cholid Mawardi sebagai ketua I, dan M Said Budairy sebagai sekretaris umum PB
PMII, susunan pengurus pusat PMII periode pertama ini baru tersusun secara
lengkap pada bulan Mei 1960.
Label:
Opini
0 komentar: