Pandangan Islam tentang Jiwa

BAB I
PENDAHULUAN
I.I LATAR BELAKANG
Psikologi mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Perkembangan psikologi agama pada akhir abad ke-19 mengalami kemajuan dan perkembangan. Di zaman sekarang banyak insan muslim yang mengalami persoalan kejiwaan tentang agama. Dimana mereka memandang ajaran agama Islam sebagai wujud mutlak dalam menjalani kehidupan. Hubungan manusia dengan Tuhan lebih bersifat kodrati bukan hasil rekayasa yang bersifat artifisialis. Segala fenomena problem sosial tidak terlepas dari adanya kebudayaan yang terus mengalami perubahan dan pemahaman mengenai ilmu kejiwaan sendiri begitu berperan dalam pembentukan karakter seseorang untuk menjadi suatu insan muslim yang bermoral dan bermartabat.
I.II RUMUSAN MASALAH
Adanya pandangan Islam yang berbeda tentang penilaian suatu jiwa, maka berikut ini permasalahan yang akan dibahas, yaitu:
1.      Bagaimana hubungan antara Islam dan jiwa?
2.      Apa fungsi agama Islam dalam kehidupan bermasyarakat?















BAB II
PEMBAHASAN

II.I Hubungan Islam dan Jiwa
Psikologi berasal dari bahasa Yunani “psyche” yang artinya jiwa dan “logos” yang artinya ilmu. Secara etimologi, psikologi merupakan ilmu tentang jiwa atau yang sering disingkat dengan ilmu jiwa. Secara terminologi, psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari semua tingkah laku dan perbuatan individu, dalam mana individu tersebut tidak dapat dilepaskan dari lingkungannya.[1]
Islam merupakan agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. dengan kitab suci Al-Quran.[2] Hubungan Islam dan jiwa yaitu adanya pola interaksi berupa tingkah dan perbuatan pada manusia yang nantinya dapat menentukan kesejahteraan rohani atau Hablum’minallah (hubungan manusia dengan Tuhan).
Agama juga menyangkut masalah yang berhubungan dengan kehidupan batin manusia. Agama sebagai bentuk keyakinan, memang sulit diukur secara tepat dan rinci. Mempelajari tingkah laku keagamaan dilakukan dengan pendekatan psikologi. Jadi penelaahan tersebut merupakan kajian empiris serta terdapat hubungan pengaruh keyakinan masing-masing pada diri tiap individu.
Agama mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan dimaksud berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia sebagai kekuatan gaib yang tak dapat ditangkap dengan pancaindera, namun mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari (Harun Nasution: 10). Secara definitif, menurut Harun Nasution, agama adalah:
1.      Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi.
2.      Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia.
3.      Mengikat diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.
4.      Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu.
5.      Suatu sistem tingkah laku (code of conduct) yang berasal dari sesuatu kekuatan gaib.
6.      Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan gaib.
7.      Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia.
8.      Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul (Harun Nasution: 10)
Selanjutnya Harun Nasution merumuskan ada empat unsur yang terdapat dalam agama, yaitu:
a.       Kekuatan gaib, yang diyakini berada di atas kekuatan manusia. Didorong oleh kelemahan dan keterbatasannya, manusia merasa berhajat akan pertolongan dengan cara menjaga dan membina hubungan baik dengan kekuatan gaib tersebut. Sebagai realisasinya adalah sikap patuh terhadap perintah dan larangan kekuatan gaib itu.
b.      Keyakinan terhadap kekuatan gaib sebagai penentu nasib baik dan nasib buruk manusia. Dengan demikian manusia berusaha untuk menjaga hubungan baik ini agar kesejahteraan dan kebahagiaannya terpelihara.
c.       Respons yang bersifat emosionil dari manusia. Respons ini dalam realisasinya terlihat dalam bentuk penyembahan karena didorong oleh perasaan takut (agama primitif) atau pemujaan yang didorong oleh perasaan cinta (monoteisme), serta bentuk cara hidup tertentu bagi penganutnya.
d.      Paham akan adanya yang kudus (sacred) dan suci. Sesuatu yang kudus dan suci ini adakalanya berupa kekuatan gaib, kitab yang berisi ajaran agama, maupun tempat-tempat tertentu (Harun Nasution: 11)
Para agamawan memandang ilmu jiwa ini sebagai bentuk yang mempengaruhi bagaimana perkembangan agama Islam kedepannya karena dasar motivasi para pemeluk agama untuk lebih tekun dan menyakini kepercayaan tentang ajaran-ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Jiwa dan agama Islam khususnya saling mempengaruhi satu sama lain dan keterkaitan diantara keduanya yang tidak terpisahkan dalam segi pembentukan tingkah laku, kebiasaan maupun dalam memecahkan problem sosial.
Ajaran agama Islam sebagai pedoman insan muslim berperan sebagai pendidik, pembina, pembimbing, pengembang serta pengarah potensi yang dimiliki insan yang lain agar menjadi pengabdi Allah yang taat dan setia, sesuai dengan hakikat penciptaan manusia (QS 51:56) dan juga dapat berperan sebagai khalifah Allah dalam kehidupan di dunia (QS 2: 30).

II.II Fungsi Agama Islam dalam Kehidupan Bermasyarakat
Masyarakat adalah gabungan dari kelompok individu yang terbentuk berdasarkan tatanan sosial tertentu. Dalam kepustakaan ilmu-ilmu sosial dikenal tiga bentuk masyarakat, yaitu: 1) masyarakat homogeni; 2) masyarakat majemuk; dan 3) masyarakat heterogen.
Terlepas dari bentuk ikatan antara agama Islam dengan masyarakat, baik dalam bentuk organisasi maupun fungsi agama, maka yang jelas dalam setiap masyarakat agama masih tetap memiliki fungsi dalam kehidupan bermasyarakat. Agama Islam sebagai anutan insan muslim, terlihat masih berfungsi sebagai pedoman yang dijadikan sumber untuk mengatur norma-norma kehidupan. Masalah agama Islam tak akan mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat, karena agama Islam itu sendiri ternyata diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam prakteknya fungsi agama dalam masyarakat antara lain:
a.       Berfungsi edukatif. Para penganut agama berpendapat bahwa ajaran agama yang mereka anut memberikan ajaran-ajaran yang harus dipatuhi. Ajaran agama secara yuridis berfungsi menyuruh dan melarang. Kedua unsur suruhan dan larangan ini mempunyai latar belakang mengarahkan bimbingan agar pribadi penganutnya menjadi baik dan terbiasa dengan yang baik menurut ajaran agama masing-masing.
b.      Berfungsi penyelamat. Di mana pun manusia berada dia selalu menginginkan dirinya selamat. Keselamatan yang meliputi bidang yang luas adalah keselamatan yang diajarkan oleh agama. Keselamatan yang diberikan oleh agama kepada penganutnya adalah keselamatan yang meliputi dua alam yaitu: dunia dan akhirat. Dalam mencapai keselamatan itu agama mengajarkan pada penganutnya melalui: pengenalan kepada masalah sakral, berupa keimanan kepada Tuhan.
c.       Berfungsi sebagai pendamaian. Melalui agama seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaian batin melalui tuntunan agama. Rasa berdosa dan rasa bersalah akan segera menjadi hilang dari batinnya apabila seseorang pelanggar telah menebus dosanya melalui: tobat.
d.      Berfungsi sebagai social control. Para penganut agama sesuai dengan ajaran agama yang dipeluknya terikat batin kepada tuntunan ajaran tersebut, baik secara pribadi maupun secara kelompok. Ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai norma, sehingga dalam hal ini agama dapat berfungsi sebagai pengawasan sosial secara individu maupun kelompok, karena pertama, agama secara instansi, merupakan norma bagi pengikutnya. Kedua, agama secara dogmatis (ajaran) mempunyai fungsi kritis yang bersifat profetis (wahyu, kenabian).
e.       Berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas. Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam satu kesatuan: Iman dan kepercayaan. Rasa kesatuan ini akan membina rasa solidaritas dalam kelompok maupun perorangan, bahkan kadang-kadang dapat membina rasa persaudaraan yang kokoh. Pada beberapa agama rasa persaudaraan itu bahkan dapat mengalahkan rasa kebangsaan.
f.       Berfungsi transformatif. Ajaran agama dapat mengubah kehidupan kepribadian seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Kehidupan baru yang diterimanya berdasarkan ajaran agama yang dipeluknya itu kadangkala mampu mengubah kesetiaannya kepada adat atau norma kehidupan yang dianutnya sebelum itu.
g.      Berfungsi kreatif. Ajaran agama mendorong dan mengajak para penganutnya untuk bekerja produktif bukan saja untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi juga untuk kepentingan orang lain. Penganut agama bukan saja disuruh bekerja secara rutin dalam pola hidup yang sama, akan tetapi juga dituntut untuk melakukan inovasi dan penemuan baru.
h.      Berfungsi sublimatif. Ajaran agama memurnikan segala usaha manusia, bukan saja bersifat agama ukhrawi, melainkan juga yang bersifat duniawi. Segala usaha manusia selama tidak bertentangan dengan norma-norma agama, bila dilakukan atas niat yang tulus, karena dan untuk Allah merupakan ibadah.[3]
Fungsi agama Islam juga sebagai pedoman dalam pembentukan jiwa yang suci serta akhlak yang terpuji. Pandangan islam tentang jiwa ini juga menyingkap bahwasanya Tuhan memiliki peran penting dalam menentukan karakter, perilaku, mental, kepribadian dan segala bentuk pribadi unik lainnya yang dimiliki manusia. Jiwa juga bisa terbentuk dengan adanya pembiasaan pada diri insan muslim dan di dorong dengan berbagai kebudayaan Islami yang akan menciptakan suatu tatanan kehidupan masyarakat yang harmonis.
 Allah mengutus Nabi Muhammad SAW. untuk memberi petunjuk kepada umatnya ke jalan yang lurus dan benar yaitu berdasarkan pada Al-Quran sebagai pedoman hidup. Inilah bentuk kesucian jiwa yang sempurna ketika bisa memadukan antara sifat ketuhanan dan sifat kemanusiaan secara seimbang. Jiwa yang bersih dan suci serta merta mengantarkan pada kedekatan kepada Allah SWT sang pencipta alam semesta dan Maha Kuasa atas segala ciptaannya.  






























BAB III
PENUTUP

III. I Kesimpulan
Psikologi atau yang sering disebut dengan ilmu jiwa memiliki peranan penting dalam pembentukan suatu kebudayaan. Budaya terjadi karena adanya pola interaksi antar tingkah laku manusia serta kejiwaan mental yang dimilikinya yang cenderung menentukan suatu acuan tindakan kelompok sosial. Pandangan Islam tentang jiwa yaitu dalam karakter pribadi seseorang yang memotivasinya dalam menjalankan ajaran agama Islam untuk mencapai insan kamil (manusia sempurna). Islam dan jiwa memiliki keterkaitan yang saling mempengaruhi satu sama lain dalam bentuk mengatasi suatu problem sosial. Paham empiris juga salah satu penentu dari karakter jiwa insan muslim.

III. II Saran
Menerapkan suatu tingkah laku yang Islami untuk mencapai jiwa yang murni, yaitu:
a.       Tetap berpegang teguh pada Al-Quran dan Al-Hadis dalam menjalani dan mengatasi masalah kehidupan.
b.      Pupuk jiwa yang suci dengan melakukan tindakan-tindakan yang mencerminkan Akhlak Terpuji (Mulia).
c.       Selalu mendekatkan diri dengan Allah dan bermunajat kepada-Nya agar memiliki jiwa yang selalu taat kepada Allah.












DAFTAR PUSTAKA

L. Atkinson, Rita, Richard C. Atkinson dan Ernest R. Hilgard. 1983. Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga.
A Partanto, Pius, M. Dahlan Al Barry. 2001. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola.
S, S. Daryanto. 1997. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Surabaya: Apollo.
Ahmadi, Abu. 1992. Psikologi Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Jalaluddin. 1997. Psikologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada.




[1] Abu Ahmadi, Psikologi Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hal. 5.
[2] Pius A Partanto, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 2001), hal. 280.
[3] Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hal. 233-236.

0 komentar:

Posting Komentar