-RESUME- “Saatnya Dunia Berubah: Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung oleh Siti Fadilah Supari, penerbit Sulaksana Watinsa Indonesia, tahun 2008.

Menurut Siti Fadilah Supari sudah ada dua ketidak-adilan yang dia catat dalam hati. Yang pertama yakni tentang ketidak-adilan WHO dalam mengatur pendistribusian obat-obatan pada keadaan outbreak dan sharing  virus  yang sangat tidak adil. Namun masih ada satu lagi ketidak-adilan yang tidak kalah menyakitkan hati yakni adanya kasus klaster yang terbesar di dunia di Tanah Karo, dengan kematian tujuh dari delapan orang bersaudara yang menderita Flu Burung dan dinamakan (human to human transmission) oleh WHO yakni penularan penyakit antar manusia.
Adanya isu tersebut, Siti Fadilah menanggapi dengan memberikan teguran pada WHO Indonesia agar tidak mempublikasikan suatu hal yang belum real. Kemudian dia juga mempertanyakan bagaimana data sequencing DNA virus dari Tanah Karo yang dikirim ke WHO CC. Setelah itu beliau juga mengadakan konferensi pers yang memuat berita tentang penularan flu burung secara langsung dari manusia ke manusia di Tanah Karo adalah tidak benar. Dari hasil penelitian oleh lembaga Ejikman virus H5N1 menular dari binatang (ayam) ke manusia yang berada di Tanah Karo (lebih ganas) daripada di Vietnam.
Siti Fadilah Supari mengadakan rapat AIPI (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia) dengan tujuan menuntut hak terhadap virus yang dikirimkan oleh Indonesia terhadap WHO. Adanya keberanian menerobos ketertutupan menjadi keterbukaan, pada tanggal 8 Agustus 2006, sejarah dunia mencatat bahwa Indonesia mengawali ketransparanan data sequencing DNA virus H5N1 yang sedang melanda dunia. Yakni dengan cara mengirim data yang tadinya di simpan di WHO, dikirim pula ke “Gene Bank”. Sekiranya hanya bias mengurangi ancaman kebinasaan bangsa-bangsa di dunia dengan bersuara, berusaha dan membuka mata dunia.
Keresahan bukan hanya dirasakan oleh Siti Fadilah Supari, tetapi presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga mengalami kegelisahan terhadap masalah yang sedang menimpa Indonesia tersebut. Oleh karena itu, presiden SBY memanggil Siti Fadilah Supari untuk menanyakan kebenaran atas isu tersebut dan Siti Fadilah Sutari menjelaskan bahwasanya penularan H5N1 tersebut terjadi anatara ungags (ayam) kepada manusia. Mereka berdua menakutkan adanya kemerosotan terhadap ekonomi, pariwisata dan terhadap kemakmuran Indonesia karena Indonesia akan terisolasi jika penularan virus H5N1 tersebut terbukti human to human transmission yang mengakibatkan warga Indonesia tidak bias keluar pergi ke Negara asing untuk melakukan perdagangan maupun Negara asing mengunjungi Indonesia untuk berwisata di dalam Indoneisa. Indonesia akan semakin menurun kepemerintahannya dan itu membuat keduanya begitu gelisah. Siti Fadilah Supari berusaha meyakinkan SBY agar tidak gelisah lagi dan akan menyelesaikan masalah tersebut dengan segera.
Indonesia pada tanggal 20 Desember 2006 tidak akan mengirimkan specimen virus flu burung dari Indonesia ke WHO CC lagi, selama mekanismenya masih mengikuti GISN. Mekanisme yang sangat imperialistic ini harus dirubah menjadi mekanisme yang adil dan transparan, sehingga Negara penderita tidak sangat dirugikan seperti saat ini supaya Indonesia menjadi negara yang “Merdeka dan Berdaulat”. Tidak ada kata terlambat untuk memulai membangun bangsa yang bermartabat dan berdaulat. Indonesia akan memimpin negara-negara yang sedang berkembang yang selama ini selalu menjadi korban keserakahan negara-negara maju di bidang kesehatan.
Meskipun kita yang mengirim virus, yang mempunyai hak adalah Negara industri yang memiliki teknologi tinggi, sehingga kalau Negara miskin menderita outbreak flu burung, maka akan bertambah miskin. Tetapi Negara industri yang tidak menderita akan bertambah kaya karena perdagangan vaksinnya.
Orang korea (selatan) dijuluki sebagai ahli negoisasi ulung (TW Kang, 1989) dengan memiliki tiga faktor, yaitu: kemampuan menjaga emosi sampai menjelang bab akhir, kemudian kemampuan membuat kejutan dan yang terakhir kemampuan mengembalikan persoalan kepada kemurahan hati.
Hanya virus di Indonesia yang pertama yaitu berinitial 0505 yang dibuat vaksin. Tetapi Indonesia belum tahu kemana 58 virus asal Indonesia lainnya.
“Mulai saat ini berhentilah berharap dibantu dan dibantu orang asing”serta harus mandiri, berani berdiri di atas kaki sendiri.
Menteri kesehatan Iran dan WHO mendatangani MOU antara Indonesia dan Iran oktober 2006 di bidang kesehatan. Iran adalah negara yang belum pernah tersentuh oleh Amerika. Datangnya Menteri Kesehatan Indonesia ke negara-negara Iran untuk memperjuangkan bukan menurunkan angka kematian akibat flu burung dengan vaksin, tetapi yang lebih penting lagi memerangi flu burung dengan ketransparan, keadilan dan kesetaraan antar bangsa. Adanya penindasan antar bangsa dari Negara maju ke Negara yang sedang berkembang dan Negara miskin tercermin pada mekanisme virus sharing yang akan mengakibatkan Negara penderita justru menjadi mangsa ekonomi Negara maju. Keterlambatan menteri kesehatan RI ke Jenewa memang disengaja agar kementerian kesehatan RI tidak bisa membicarakan pidatonya mengenai kerjasama penanggulangan virus. Tetapi ternyata beliau mendapatkan waktu untuk membacakan pidatonya, meskipun hanya sepuluh menit saja dengan pesan yang sangat jelas.
Setelah itu siding langsung mendengarkan komentar-komentar dari negara-negara lain pernyataan menteri kesehatan RI. UniEropa, Nigeria, Cina, Brazil, Honduras, mendukung Indonesia. MenteriKesehatanKanada mengajak bekerjasama bilateral dengan Indonesia untukpembuatan vaksin. Tetapi,Menteri Kesehatan Kanada masih takut dengan Amerika Serikat karena dia mengatakan untuk pembuatan vaksin, Kanada tentunya mendukung multilateral.
Virus pernah dikirim ke WHO untuk kepentingan Public Health, ternyata tiba-tiba diperdagangkan sebagai vaksin oleh Negara maju termasuk Negara Amerika Serikat.




            

0 komentar:

Posting Komentar